Senin, 06 Mei 2013

E-reader versus Real Books




Buku adalah gudang ilmu, juga sumber informasi ilmu pengetahuan. Di era masa kini, dimana teknologi semakin maju berkembang, mempermudah setiap orang untuk mengakses segala informasi, bukan hanya dari buku, tapi bisa juga melalui media internet, kini, manusia tidak perlu berkutat berjam-jam untuk mengetahui sebuah informasi atau ilmu yang sedang ia cari, cukup gunakan internet. Dan voila! Segala yang di inginkan dapat langsung diketahui. Sebagai seorang manusia yang sudah menikmati teknologi yang canggih kini, saya yang dimaksudkan disini, pada masa dahulu ketika saya masih menjadi seorang mahasiswi, terus terang amat sangat jarang punya text book asli, bisa dihitung dengan jari jumlahnya, sebagian besar adalah fotocopy-an, dan sebagai lagi adalaha hasil print out dari internet. Coba bandingkan dengan kakak senior saya terdahulu (sebelum internet ramai aksesnya dinegeri ini) era tahun 1990-an, dan era-era sebelumnya lagi,  dimana keberadaan text book menjadi sangat penting, perpustakaan masih ramai dikunjungi oleh orang-orang yang dalam hal ini ‘mau-tak mau’ harus dari tempat itulah, ia bisa mengakses apa yang ingin ia cari.

Seperti yang telah disinggung dalam paragraf diatas, e-reader aka buku digital, mempunyai banyak keuntungan, aksesnya cepat, cukup menggunakan kata kunci, tentang informasi yang ingin kita cari, sistem secara otomatis memberikan pilihan kepada kita, untuk dapat langsung memilih dan meng-akses informasi itu, dalam waktu yang kilat, hemat waktu, hemat tempat karena tidak ‘ruang’ untuk menaruh buku dan hemat pemakaian kertas, ditengah maraknya isu global warming, kertas menjadi salah satu isu, atas maraknya kasus illegal logging, walaupun raw material ini diambil dari hutan produksi, tapi memang sudah sepatutnya kita menghemat sumber daya alam nan terbatas ini.

Salah satu bentuk buku digital yang halal untuk dibaca (karena sebagian besar tidak ada izin dari penerbit buku alias buku bajakkan), salah satu situs favoritku juga, dalam meng-akses sumber bacaan gratis.



Feedbooks, salah satu satu, dari (mungkin) ribuan situs serupa, tapi (mungkin) juga tak sama. secara pribadi aku sangat suka dengan situs ini, kita cukup daftar sebagai anggota, isi semua yang perlu di isi *yaa iyalah* setelah terdaftar sebagai anggota, bisa dilihat diatas, loggin-ku adalah jia2785 *FYI*  dan untuk men-download buku-buku gratis cukup klik public domain, ada pilihan: new releases (buku-buku yang baru diunggah oleh para anggota feedbooks; bisa buku-buku karya sastra populer maupun karangan pribadinya sendiri alias buku indie istilah kerennya), popular books (buku dengan jumlah dowloader terbanyak) dan authors (piilihan berdasarkan penulis/pengarang)



Untuk seorang pecinta buku gratis, macam awak nee.keberadaanya amat sangat-sangat menggiurkan, bayangkan saja, dari beragamnya genre buku yang tersedia mulai dari romance, cerita detektif, humor, suspence, fiksi ilmiah dan lain sebagainya, naah tampilannya kayak di bawah ini nih:



Sangat..sangat menggiurkan kan?!! Sekarang yang jadi masalah, masalah sebenar-benarnya adalah kapan punya waktu untuk membaca kisah-kisah ini? Satu hal juga, (mungkin) bisa dikatakan masalah dan mungkin juga tidak, sebagian besar buku-buku ini berbahasa  Uni Eropa (Inggris, Italia, Prancis, Jerman dan Spanyol). Bayangkan membaca curahan hati *curcol* Liz Bannet dalam sastra inggris kuno *ngejelimet* kalau buat saya yang kemampuan bahasa Inggrisnya ala-ala kadarnya ini *sigh*, karena lebih populer dialog Keira Knightley ketika beliau ini memerankan tokoh miss galau (Liz), dibandingkan dengan membaca karya asli miss Jane Austen. Saranku baca sendiri ya..! untuk mengetahui gundah gulananya hatiku ini.. *hiks..hiks* *lebay-nya keluar* :p

Dan sebagai penutup..lagi..sebuah pilihan tergantung selera anda. Mana yang lebih anda suka? Buku digital atau buku yang sebenarnya (kadang aku menyebutknya buku dengan bentuk fisiknya). Beberapa waktu yang lalu saya pernah melakukan dialog dengan teman ‘dunia maya’ di salah satu forum membaca, mengenai pilihan yang dirasa lebih ‘nyaman’, ternyata masih banyak juga (terrmasuk diriku ini) yang lebih menyukai bentuk fisik buku ketimbang buku digital (iya tau! kertas itu mahal dan mencemari dan menggerogoti sumber daya alam, tapi ayolah aku kan bukan pengoleksi buku yang sembrono *i swear by the moon and the stars in the sky* malah jadi pengen nyanyi :p , back to: sembrono. Setiap buku yang saya beli saya bungkus kembali (rapat) dalam hal ini untuk mengantisipasi dan memperlambat proses oksidasi *yang menyebabkan buku berubah menjadi kuning* siapa tahu? Dimasa depan bisa diwariskan kepada anak cucu kita kan? *hemat teteuup judulnya* jika kita bosan kita bisa re-sale kembali bukan? Syukur-syukur tuh buku mendadak jadi barang langka, dan ada orang yang rela mengeluarkan uang yang ia punya demi mencapai buku idaman yang ia 'idam-idam'kan itu, percayalah! saya pernah masuk dan masih ada dalam komunitas yang sangat-sangat gila buku ini. Back to: pilihan nyaman membaca (maaf atas ke-ngelanturan saya yang sudah sangat akut ini). Buku dengan bentuk real, mempunyai keuntungan, ada sensasi nyaman, ketika ketika memegangnya, suara ketika kita membuka lembar-demi lembar halamannya dan tentu saja bau ‘khas’ kertas, semua itu tidak bisa digantikan dengan keberadaan buku digital, yang kekurangannya, adalah dengan masalah mata. Capek baca buku digital itu..  menatap layar si kokom ini lama-lama liyer juga euyy...karena sudah semakin liyernya mata hamba ini gusti pangeran *liat jam* setengah tiga pagi padahal besok masih ngantor *sigh*, hamba sudahi dahulu sampai disini.. *dan berlalu lah dayang sumbi, dari kerajaan kecilnya* *moga-moga dia cepet balik lagi kesini yaaaa* ^_^  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar