Lagi, kisah tentang benturan peradaban: timur dan barat. Setelah karya yang sebelumnya dengan friksi yang sama My Name is Red. Snow adalah buku yang dipersembahkan Orhan Pamuk secara pribadi untuk putrinya; Rüya.
Salju..
mengingatkan saya kepada Tuhan,
mengingatkan saya pada keindahan dan kemisteriusan makhluk hidup,
pada kebahagian yang paling asasi, yaitu kehidupan.
Salju..
mempersatukan umat manusia.
seolah-olah menjadi selimut yang menyelumbungi kebencian,
keserakahan, dan kemarahan,
dan membuat semua orang merasa berdekatan.
Dan kepingan salju adalah sekelumit catatan hidup Ka. Puisi yang telah membuka kunci makna kehidupannya, yang sekarang dilihatnya berada di dalam inti dirinya. Tetapi seperti puisi itu sendiri yang tidak memberikan penjelasan sederhana sulit untuk mengatakan seberapa banyak dia telah memutuskan pada saat itu, dan seberapa banyak kehidupannya ditentukan oleh simetri tersembunyi yang berusaha dia ungkapkan dalam buku ini.
Kerim Alakuþoðlu*, ia tidak suka nama itu dan lebih senang dipanggil dengan inisialnya; Ka. Ka seorang ‘buangan politik’ karena paham yang dianutnya (Ateis) dan diberi suaka ke Jerman,setelah lebih dari 12 tahun dan ia telah memutuskan hubungan dengan para komunis Turky. Ka kembali ke negerinya..
Disebuah kota yang bernama Kars, ia bertemu kembali dengan cinta lama dan terpendamnya, Ýpek, seorang wanita yang kini telah bercerai.
Tujuan Ka datang ke kota Kars adalah untuk menyelidiki (sebagai seorang wartawan) banyaknya wanita muda yang melakukan bunuh diri, Teslime adalah salah satunya. Teslime melakukan bunuh diri karena larangan pemakaian jilbab di sekolahnya. Kisah bunuh diri para wanita ini, menyeret Ka menjadi saksi mata penembakan direktur pendidikan oleh seorang ekstrimis muslim ketika ia dan Ýpek berada dalam sebuah kafe.
Kota Kars dan Ýpek telah menginspirasi Ka untuk membuat puisi lagi, setelah ia mengalami kebuntuan dalam menulis puisi ketika ia berada di Jerman. ‘Salju’ adalah puisi yang menggambarkan pengalaman mistiknya tentang segala hal yang terjadi dalam dirinya ketika ia berada di Kars. Setelah ‘Salju’ mengalir lancar karya-karya puisinya yang lain.
Wanita lain yang memberi kesan di hati Ka adalah Kadife, adik kandung dari Ýpek. Seorang muslimah taat (dianggap radikal dinegerinya), Kadife bergabung dan menjadi pemimpin suatu organisasi kelompok Turki perempuan yang memperjuangkan hak mereka untuk berhijab serta menawarkan tempat berlindung bagi perempuan yang terancam oleh anggota keluarganya. Ka menyebutnya sebagai ‘Feminis Islam’.
Pada pertengahan cerita dalam buku ini diketahui..
Ternyata Ka bukanlah laki-laki yang dicintai sesungguhnya oleh kedua wanita ini (Ýpek dan Kadife). Mereka mencintai Blue (dinovel terjemahan Serambi, namanya menjadi Lazuardi, Lazuardi = langit??), seorang islamis politis yang hendak melancarkan kudeta pada Junta Militer, dan mengembalikan Turki menjadi negara Islam bukan sebagai negara sekuler seperti yang dijalankan oleh Atatürk.
Hampir lupa, satu lagi! Pada tengah kisah ada seorang tokoh, kita sebut saja seorang narator bernama Orhan (lagi-lagi Orhan Pamuk menyisipkan namanya , lagi!). Ia adalah seorang novelis yang berperan penting khususnya pada akhir cerita dalam novel ini, ia memiliki hubungan yang dekat dan erat dengan Ka(sahabat Ka), lewatnya-lah penggalan kehidupan Ka disusunnya lagi dalam sebuah buku. Setelah peristiwa empat tahun sebelumnya yang membuat Ka harus kehilangan nyawa. Cerita Ka ini, berkaitan juga dengan buku Orhan Pamuk yang lain; The Black Book dan The Museum of Innocence.
Sebuah novel yang bercerita tentang Turki sebagai negara sekuler (oleh Atatürk pada tahun 1923. Atatürk memperkenalkan sekularisasi negara dalam UUD Turki tahun 1924, bersama Reformasi Atatürk) yang menilai jilbab sebagai sebuah kemunduran dan hambatan dalam modernisasi Republik Turki yang baru (lepas dari dinasti Ottoman).
Yang terjadi adalah pertentangan dari kaum muslim konservatif dengan keyakinan yang taat dan berakibat bentrokan dengan pihak militer (negara).
Kontroversi dari pemerintahan yang dijalankan oleh Atatürk. Antara lain di bawah kepemimpinannya, Khalifah atau imam tertinggi dalam politik dan keagamaan dihapus, simbol kesultanan Ottoman juga dihapuskan, kekuatan otoritas agama dan fungsionaris berkurang dan akhirnya dihapuskan(Wikipedia).
Sungguh sebuah novel yang berat, tapi lebih ringan dari My Name is Red. Mengungkap tabir tentang apa yang terjadi dalam sebuah bangsa, dimana kebijakkannya (sekulerisme) disatu sisi memberikan manfaat terhadap modernisasi bangsa dan sisi lain adanya pemaksaaan kehendak seorang pemimpin terhadap kebebasan menjalankan perintah agama bagi rakyatnya.
Aku sarankan bagi yang pertama kali membaca karya Orhan Pamuk untuk membaca Snow terlebih dahulu.. lebih ringan karena rentang waktu kejadian pasca perang dunia II.. serasa belajar sejarah..
* Alakuþoðlu (dibaca: alakuoolu??/entahlah gak terlalu yakin ini benar atau tidak)
Salju..
mengingatkan saya kepada Tuhan,
mengingatkan saya pada keindahan dan kemisteriusan makhluk hidup,
pada kebahagian yang paling asasi, yaitu kehidupan.
Salju..
mempersatukan umat manusia.
seolah-olah menjadi selimut yang menyelumbungi kebencian,
keserakahan, dan kemarahan,
dan membuat semua orang merasa berdekatan.
Dan kepingan salju adalah sekelumit catatan hidup Ka. Puisi yang telah membuka kunci makna kehidupannya, yang sekarang dilihatnya berada di dalam inti dirinya. Tetapi seperti puisi itu sendiri yang tidak memberikan penjelasan sederhana sulit untuk mengatakan seberapa banyak dia telah memutuskan pada saat itu, dan seberapa banyak kehidupannya ditentukan oleh simetri tersembunyi yang berusaha dia ungkapkan dalam buku ini.
Kerim Alakuþoðlu*, ia tidak suka nama itu dan lebih senang dipanggil dengan inisialnya; Ka. Ka seorang ‘buangan politik’ karena paham yang dianutnya (Ateis) dan diberi suaka ke Jerman,setelah lebih dari 12 tahun dan ia telah memutuskan hubungan dengan para komunis Turky. Ka kembali ke negerinya..
Disebuah kota yang bernama Kars, ia bertemu kembali dengan cinta lama dan terpendamnya, Ýpek, seorang wanita yang kini telah bercerai.
Tujuan Ka datang ke kota Kars adalah untuk menyelidiki (sebagai seorang wartawan) banyaknya wanita muda yang melakukan bunuh diri, Teslime adalah salah satunya. Teslime melakukan bunuh diri karena larangan pemakaian jilbab di sekolahnya. Kisah bunuh diri para wanita ini, menyeret Ka menjadi saksi mata penembakan direktur pendidikan oleh seorang ekstrimis muslim ketika ia dan Ýpek berada dalam sebuah kafe.
Kota Kars dan Ýpek telah menginspirasi Ka untuk membuat puisi lagi, setelah ia mengalami kebuntuan dalam menulis puisi ketika ia berada di Jerman. ‘Salju’ adalah puisi yang menggambarkan pengalaman mistiknya tentang segala hal yang terjadi dalam dirinya ketika ia berada di Kars. Setelah ‘Salju’ mengalir lancar karya-karya puisinya yang lain.
Wanita lain yang memberi kesan di hati Ka adalah Kadife, adik kandung dari Ýpek. Seorang muslimah taat (dianggap radikal dinegerinya), Kadife bergabung dan menjadi pemimpin suatu organisasi kelompok Turki perempuan yang memperjuangkan hak mereka untuk berhijab serta menawarkan tempat berlindung bagi perempuan yang terancam oleh anggota keluarganya. Ka menyebutnya sebagai ‘Feminis Islam’.
Pada pertengahan cerita dalam buku ini diketahui..
Ternyata Ka bukanlah laki-laki yang dicintai sesungguhnya oleh kedua wanita ini (Ýpek dan Kadife). Mereka mencintai Blue (dinovel terjemahan Serambi, namanya menjadi Lazuardi, Lazuardi = langit??), seorang islamis politis yang hendak melancarkan kudeta pada Junta Militer, dan mengembalikan Turki menjadi negara Islam bukan sebagai negara sekuler seperti yang dijalankan oleh Atatürk.
Hampir lupa, satu lagi! Pada tengah kisah ada seorang tokoh, kita sebut saja seorang narator bernama Orhan (lagi-lagi Orhan Pamuk menyisipkan namanya , lagi!). Ia adalah seorang novelis yang berperan penting khususnya pada akhir cerita dalam novel ini, ia memiliki hubungan yang dekat dan erat dengan Ka(sahabat Ka), lewatnya-lah penggalan kehidupan Ka disusunnya lagi dalam sebuah buku. Setelah peristiwa empat tahun sebelumnya yang membuat Ka harus kehilangan nyawa. Cerita Ka ini, berkaitan juga dengan buku Orhan Pamuk yang lain; The Black Book dan The Museum of Innocence.
Sebuah novel yang bercerita tentang Turki sebagai negara sekuler (oleh Atatürk pada tahun 1923. Atatürk memperkenalkan sekularisasi negara dalam UUD Turki tahun 1924, bersama Reformasi Atatürk) yang menilai jilbab sebagai sebuah kemunduran dan hambatan dalam modernisasi Republik Turki yang baru (lepas dari dinasti Ottoman).
Yang terjadi adalah pertentangan dari kaum muslim konservatif dengan keyakinan yang taat dan berakibat bentrokan dengan pihak militer (negara).
Kontroversi dari pemerintahan yang dijalankan oleh Atatürk. Antara lain di bawah kepemimpinannya, Khalifah atau imam tertinggi dalam politik dan keagamaan dihapus, simbol kesultanan Ottoman juga dihapuskan, kekuatan otoritas agama dan fungsionaris berkurang dan akhirnya dihapuskan(Wikipedia).
Sungguh sebuah novel yang berat, tapi lebih ringan dari My Name is Red. Mengungkap tabir tentang apa yang terjadi dalam sebuah bangsa, dimana kebijakkannya (sekulerisme) disatu sisi memberikan manfaat terhadap modernisasi bangsa dan sisi lain adanya pemaksaaan kehendak seorang pemimpin terhadap kebebasan menjalankan perintah agama bagi rakyatnya.
Aku sarankan bagi yang pertama kali membaca karya Orhan Pamuk untuk membaca Snow terlebih dahulu.. lebih ringan karena rentang waktu kejadian pasca perang dunia II.. serasa belajar sejarah..
* Alakuþoðlu (dibaca: alakuoolu??/entahlah gak terlalu yakin ini benar atau tidak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar