Luar biasa!! Dan anda pun dianjurkan (seharusnya) baca kisah
ini.. sangat di rekomendasikan.. jangan terkecoh oleh judulnya, yang terkesan
picisan. Tapi coba anda baca lembar demi lembar halamannya, kisah ini adalah
tentang kisah manusia membangun apa yang disebut dengan peradaban modern, kisah
tentang ketamakan yang menjadi salah satu sifat manusia tanpa memedulikan
kelestarian alam, bayangkan tentang hutan hujan tropis Amazon, di pedalaman
Amerika Selatan sana, dan coba bayangkan kisah itu dipedalaman Pulau Kalimantan
untuk contoh yang lebih dekatnya, bayangkan anda masuk kedalam wilayah yang
masih hutan perawan, tempat hewan-hewan yang melata, memanjat dan terbang
dengan sekehendak hatinya.
Sampai datang para pengelana (pendatang), yang merubah ‘wajah’
asli alam liar nan asri ini, hutan dibabat, tebas sana sini dan meninggalkan
padang kerontang, sungai tercemari oleh limbah yang ditinggalkan mereka yang
berburu emas, dan seringkali para pendatang ini juga berburu hewan liar, dengan
membabi buta, semuanya dilakukan hanya demi kesenangan mereka semata.
Dan hal itu terus terjadi berulang kali, sampai alam pun
membalas, seorang pemburu ditemukan tewas, tubuhnya tercabik-cabik dan setengah
lumat sisanya oleh keganasan kawanan semut. Bukti kuat yang mengarah kepadanya adalah
karena sang pemburu membunuh anak-anak macan kumbang, dan membuat induk (macam
betina) itu marah dan menaruh dendam pada pemburu itu, darah si pemburu telah ditandai oleh sang betina
sebagai pembunuh anak-anaknya, darah si pemburu adalah darah manusia, yang
secara tak langsung, karena tindakan sembrono yang dilakukan oleh si pemburu, telah mengancam jiwa dan keselamatan seluruh
masyarakat di dusun terpencil itu, karena sejak saat itu mereka terus
dibayang-bayangin ketakutan akan ganasnya terkaman sang macan betina itu.
Sejak peristiwa itu,
secara tak sengaja , “mau tak mau / setengah agak dipaksa” si pak tua itu juga
ikut terlibat, dalam hal ini dipaksa untuk mengatasi dan mencari solusi tentang
apa yang seharusnya mereka lakukan terhadap betina yang marah itu.
Sedikit kisah tentang
penulisnya:
Luis
SepĂșlveda, namanya memang tidak segemerlap
penulis-penulis Amerika Latin lainnya, namun kisah hidupnya sedikit
mengingatkan pada kisah hidup Pramoedya Ananta Toer, sama seperti Pramoedya, SepĂșlveda
harus mendekam dipenjara tanpa proses peradilan, kesalahannya cuma satu, ia pro
kepada Salvador Allende, sang Presiden sosialis yang digulingkan paksa oleh
rezim junta militer dan seorang diktator, Auguste Pinochet. Tapi sedikit
keberuntungan Pramoedya, ia tak harus pergi dari negeri leluhurnya, hal yang berbeda dialami oleh SepĂșlveda, ia pergi meninggalkan Chile.
Adaptasi filmnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar